Pages

laporan pembuatan kompos

Rabu, 07 Oktober 2015



PEMBUATAN KOMPOS
I.                   Tujuan percobaan
Membuat pupuk organic / kompos dengan menggunakan EM4

II.                Alat dan bahan
1.      Alat yang digunakan
·         Kantong polibag 2kg, 2buah
·         Thermometer 100oc,1buah
·         Batang pengaduk , 1buah
·         Baskom,1buah
·         Gelas kimia 100ml , 1buah
2.      Bahan yang digunnakan
·         EM4/stardex, 20 ml
·         Sampah kota 20kg
·         Tetes tebu/gula , 10ml
·         Air secukupnya
·         Pupuk kandang 2 kg

III.             Dasar teori
Pengomposan dapat didefinisikan sebagai degradasi biokimia bahan organic menjadi humus . bentuk sederhana pengomposan dilakukan secara anaerobic yang sering menimbulkan gas seperti indol , skatol dan merkaptan pada suhu rendah . proses pengomposan sacara anaerobic membutuhkan oksigen yang cukup dan tidak menghasilkan gas yang berbahaya seperti pada anaerobic ( gumbira,e,1992).
Proses pengomposan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti ukuran , bahan , kadar air , aerasi , ph , suhu dan perbandingan C dan N . ukuran partikel penting karena bakteri dan jamur akan lebih mudah hidupp pada ukuran partikel yang lebih kecil .
Kadar air yang optimum penting untuk menghasilkan kompos yang baik karena semua organism membutuhkan air bagi kelangsungan hidupnya . air adalah bahan penting protoplasma sel yang berfungsi sebagai pelarut makanan . kadar air dibawah 20% mengakibatkan proses metabolism terhambat dan berjalan lambat jika kadar air diatas 60%.
Ketersedian oksigen pada proses pengomposan secara aerobic merupakan hal yang penting . proses yang dilakukan secara aerobic lebih efisien dari pada hal yang penting . proses yang dilakukan secara aerobic lebih efisien dari pada anaerobic dalam mengurangi bahan organic .          Mikroorganisme sensitive terhadap perbuhan suhu proses mikroorganisme mesofilik hidup pada suhu 8 – 45 oc dan termofilik tumbuh dan aktif di bawah suhu 65oc , tetapi aktivitas biologisnya dapat berlangsung sampai suhu 65 – 90oc .
Aktivitas organism dipertinggi dengan adanya nutrient yaitu karbon C sebagai sumber energy dan nitrogen N sebagai zat pembentuk protoplasma . energy dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dari pada zat pembentuk protoplasma sehingga karbon lebih banyak dibutuhkan dari pada nitrogen . perbandingan C dengan N yang efektif untuk pengomposan yaitu 25  : 23.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasiberbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkanpengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakartamenghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005)
Jenis – jenis kompos
·         Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
·         Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan tebu di pabrik gula.
·         Kompos bokashi.
Manfaat kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1.     Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.     Mengurangi volume/ukuran limbah
3.     Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1.     Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2.     Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:
1.     Meningkatkan kesuburan tanah
2.     Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.     Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.     Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.     Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6.     Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.     Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.     Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kaliumpada tanah lebih tinggi dari pada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncanpupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyanthaWight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosforkalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.




Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

Porositas

Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.


Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.


IV.             Prosedur kerja
1)      EM4 dan tetes tebu / gula dicampurkan
2)      Sampah kota dihancurkan lalu dicampurkan merata dengan pupuk kandang .
3)      Larutan EM4 disiram ke dalam padatan tersebut sehingga merata , kemudian ditutup .
4)      Setiap 5 jam , temperature operasi dicatat hingga hari ke 5
5)      Bila temperature diats 50oc , tutup dibuka dan dicampurkan dibolak – balik , kemudian bagian atas ditutup kembali .
6)      Setelah hari ke 6 campuran tersebut telah menjadi pupuk .
7)      Simpan pupuk dalam kantong / karung plastic yang telah disediakan
8)      Mengamati warna dan tekstur kompos .
9)      Menganalisa karakteristik kompos dengan mengukur C dan N nya .

Prosedur analisis
Analisis N dengan metode kjedal
·         Proses destrusi
1)      Sampel kompos ditimbang 0,5062gr
2)      Memasukan kedalam tabung destruksi
3)      Tambahakan 7,5 gr kjedal dan 20gr H2SO4 .
4)      Masukan batu didih kedalam tabung destruksi
5)      Lakukan pemanasan , jika larutan dalam tabung telah berubah warna menjadi hijau – kebiruan selama lebih kurang 2 jam , selanjutnya didinginkan sampai suhu kamar .
·         Proses destilas
1)      Memasukan cuplikan kedalam labu destilasi dan diencerkan dengan 100 ml aquadest dan destilat ditampung didalam 100ml H3BO3 2% dan 3 tetes mix indicator .
2)      Titrasi destilat dengan HCL 0,1 N
perhitungan :
%N = ( V1-V2 ) .N.F x 14 x 100%
                        E


Ketrangan : v1
V1
= volume titrasi sampel
V2
= volume titrasi blanko
F
= factor asam
N
= normalitas asam
E
= berat sampel


V.                Data pengamatan

sampel
pH
Jumlah kadar air
Berat kertas saringan  awal
Suhu
Berat kompos
Berat kertas saring + kompos setelah kering
1
10
56,13 %
0,4545 gr
28 oc
4 , 9864 gr
2,3867 gr
2
10
55,77 %
0,4642 gr
28 oc
4 , 9697 gr
2,4034 gr
3
10
51, 17 %
0,4982 gr
28 oc
4 , 9864 gr
2, 6780 gr

VI.             Perhitungan
1)      Menghitung kadar air
Sampel 1
= berat kompos + kertas saring awal ) – ( berat kertas saring + kompos setelah kering ) x 100 %
            Berat kertas saring awal + kompos
= ( 0,4545 gr + 4,9864 gr ) – ( 2,3867 gr ) x 100 %
            ( 0,4545 gr + 4, 9864 gr )
= 5,4409 – 2,3867 x 100 %
            5, 4409
= 56 , 13 %



Sampel 2
= ( 0,4642 gr + 4,9697 gr ) – 2,4034 gr x 100 %
0,4642 gr + 4,9697 gr
= 5,4339 – 2,4034 x 100%
5,4338
= 55 , 77 %

Sampel 3
= ( 0,4982 gr + 4,9864 gr ) – 2,678 gr x 100%
            0,4982 gr + 4,9864
= 5,4846 – 2,678 x 100%
            5,4846
= 51 , 17 %

VII.          Analisa percobaan
Pada pratikum kali ini bertujuan untuk membuat kompos dengan menggunakan EM4 . pada percobaan kompos kali ini menggunakan limbah sayur dan EM4 . limbah sayur yang sudah tuidak digunakan lagi dipotong – potong dengan sangat kecil agar mudah terurai oleh mikroorganisme . mikroorganisme yang digunakan adalah EM4 . EM4 merupakan campuran dari berbagai organism yang bermanfaat .
Limbah sayur yang sudah dipotong – potong selanjutnya ditambahkan dengan serbuk kayu diaduk hingga rata , ditambahakan pupuk kandang dan diratakan kembali lalu disemprotkan dengan menggunakan EM4 . selanjutnya dipindahkan kedalam polibag /. Didiamkan selama satu minggu , setelah itu diukur dengan kertas pH untuk mengetahui kadar pHnya . sedangkan untuk mengetahui kadar airnya , sampel kompos dikeringkan didalam oven .






VIII.       Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :
a.       Kompos adalah hasil pembusukan bahan – bahan organic yang hancur dan menghasilkan tanah yang baru dan mengandung unsure hara yang tinggi yang baik untuk pertumbuhan tanaman .
b.      Faktor – faktor yang mempengaruhi pembusukan kompos yaitu faktor lingkungan , ukuran bahan – bahan yang digunakan kadar air , aerasi , pH , suhu , serta perbandingan C dan N .
c.       Kadar air yang terdapat pada kompos sampel 1 = 56, 13 %
d.      Kadar air yang terdapat pada kompos sampel 2 = 55, 77 %
e.       Kadar air yang terdapat pada kompos sampel 3 = 51 , 17 %


IX.             Daftar pustaka
       I.            Jobsheet . teknik pengolahan limbah . politeknik negri sriwijaya . Palembang . 2014















Gambar alat
                       

                

















LAPORAN TETAP TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH
PEMBUATAN KOMPOS
Oleh :
Arin Putri Dilla
061330400337
Astria Utami
061330400339
Bambang Sugiarto
061330400341
M. Nabil
061330400348
M . Farhan
061330400351
Pusta Aryani
061330400353
Wahyu Sisilia Deviana
061330400359
                                   
Instruktur pembimbing : Hilwatullisan, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS